Minggu, 28 Mei 2017

tafsir tarbawi by munajatul islamiyati



TAFSIR TARBAWI
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Tafsir tarbawi
Dosen pengampu:  Bapak,Abdullah Maksum,S.Pd.I,Alh.







Disusun oleh:
1.      Munajatul Islamiyati
(2015010168)
PAI  4C





FAKULTAS ILMU TARBIYAH  DAN KEGURUAN (FITK)
UNIVERSITAS SAINS AL-QUR’AN(UNSIQ)
JAWA TENGAH DI WONOSOBO
2017


A.      AL-QUR’AN TENTANG PEMAAF

فَبِمَارَحْمَةٍ مِنَ ا للهِ لِنْتَ لَهُمْ.وَلَوْ كُنْتَ فَظًّاً غَلِيْظَ اْلقَلْبِ لَا نْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكْ,فَا عْفُ عَنْهُمْ وَا سْتَغْفِرْلَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي اْلَامْرِ,فَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ, اِنَّ ا للهَ يُحِبُ اْلمُتَوَكِلِيْنَ,                           
Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad)berlaku lemah lembut terhadap mereka.sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar,tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu.karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampun untuk mereka,dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.kemudian apabila engkau telah membulatkan tekad,maka bertawakallah kepada Allah.sungguh Allah mencintai orang yang bertawakal.(Q.S Ali imron;159)
وَمَا خَلَقْنَا اْلسَموَاتِ وَاْلاَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَااِلاَّ بِالْحَقْ,وَاِنَّ اْلسَّا عَةَ لَا تِيَةٌ فَاصْفَحِ اْلصَفْحَ اْلجَمِيْلَ.
Dan kami tidak menciptakan langit dan bumi serta apa yang ada di antara keduanya,melainkan dengan kebenaran.Dan sungguh,kiamat pasti akan datang,maka maafkanlah (mereka) dengan cara yang baik. (Q.S Al-Hijr ; 89)

وَلَا يَأْتَلِ اُوْلُوااْلفَضْلِ مِنْكُمْ وَاْلسَّعَةِ اَنْ يُؤْتُوااُوْلِى اْلُقْربٰى وَاْلمَسَا كِيْنَ وَ اْلمُهَجِرِيْنَ فِى سَبِلِ اللهِ,وَ لْيَعْفُوْ وَاْليَسْفَحُوْ,اَلَا تُحِبُوْنَ اَنْ يَغْفِرَ اللهُ لَكُمْ,وَاللهُ غَفُرٌرَ ِحْيمٌ.
Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi bantuan kepada kerabat (nya),orang-orang miskin dan yang berhijrah di jalan Allah,dan hendaklah mereka memaafkan dab berlapang dada.Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu?dan Allah maha penganmpun,maha penyayang. (Q.S An-nur;22)
خُدِ اْلعَفْوَ وَأْمُرْ بِاْلعُرْفِ وَاَعْرِضْ عَنِ اْلجَهِلِيْنَ.
Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf,serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh.(Q.S Al-A’raf)


الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى اْلسَّرّٓاءِ وَالضَّرّٓاءِ وَاْلكَا ظِمِيْنَ اْلَغَيْظَ وَاْلعَا فِيْنَ عَنِ اْلنَّاسِ.وَاللهُ يُحِبُ اْلمُحْسِنِيْنَ.
(Yaitu) orang yang berinfak,baik di waktu lapang maupun sempit,dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan (Q.S Ali imran;134)


A.      AL-HADIST TENTANG PEMAAF


عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَا مِرٍ قَالَ: لَقِيْتُ ر سو ل لله فَقَالَ لِى: ياَ عقبة  بن عا مر : صِلْ مَنْ قَطَعَكَ وَاعْطِ مَنْ حَرَ مَكَ وَاعْفُ عَمَّنْ ظَلَمَكَ.
Dari Uqbah bin Aamir,ia berkata ; Aku pernah bertemu Rosulluloh SAW,lalu beliau berpesan kepadaku,”wahai uqbah bin Aamir,sambunglah orang yang memutuskan hubungan denganmu,berilah orang yang tidak mau memberi kepadamu,dan memaafkan orang yang berbuat dzalim kepadamu ( H.R Muttafaq ‘alaih).

عَنْ أَبِي هُرَ يْرَةْ,  قال ر سو ل لله : ماَ نَقَصَتٌ صَدَقَةٌ مِنْ مِالِ,وَمَا زَادَ ا للهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ اِلاَّ عِزًّا ,وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلِّه اِلاَّ رَفَعَهُ الله
Dari Abu Hurairah ia berkata :Rosulullah SAW bersabda; “Sedekah itu tidak akan mengurangi harta .Tidaklah Allah menambahkan bagi hamba yang suka meminta maaf melainkan berupa kemuliaan ,Dan tidaklah seorang merendahkan diri karena Allah,melainkan Allah akan mengatakannya.” (H.R Muslim)

عَنْ عَبْدِالله بْنِ جَعْفَرٍ قال: قال ر سو ل لله : اِنَّ الله تَعَا لَى عَفُوٌّ يُحِبُّ عَفْوَ.
Dari Abullah bin jafar,ia menuturkan bahwasanyya Rosulullah SAW Bersabda; Sesungguhnya Allah maha pemaaf yang mencintai sikap memaafkan (H.R Imam Hakim & Imam Ibnu Adi).

عن ثوبان قال: قال ر سو ل لله صلى لله عليه و سلم انّ لله تعالى تجاوز لي عن أمتي اْلخَطَأَ وَ النِّسْيَاَن وَمَا اسْتُكْرِهُوْاعَلَيْهِ.
Dari Tsauban ia berkata :Rosulullah SAW bersabda ” sesungguhnya Allah telah memaafkan dari umatku,keliruan,kelupaan dan apa saja yang dipaksa atas mereka”.(H.R Ibnu Majah).

وَاِنِ امْرُؤُ شَتَمَكَ وَعَيَّرَكَ بِمَا يَعْلَمُ فِيْك فَلَا تُعَيِّرهُ بِمَا تَعْلَمُ فِيْهِ فَأِنَّمَا وَبَالَ ذَلِكَ عَلَيْهِ
Jika ada seseorang yang menghinamu dengan sesuatu yang ia ketahui ada padamu,maka janganlah engkau membalasnnya dengan sesuatu yang engkau ketahui ada padanya ,akibat buruk biarlah ia yang menanggungnya (H.R Abu Daud dan Tirmidzi )


B.      PENJELSAN
Dalam sebuah kehidupan pastinya sesorang akan mempunyai masalahnya masing-masing,tergantung dimana Allah mengujinya dengan masalah yang mudah maupun berat.Allah menguji dengan beberapa masalah,misalnya seseorang melukai hati kita Disinilah kita bagaimanapun caranya harus bisa memaafkan kasalah orang tersebut,siapapun pasti  ada yang melakukan kesalahan,kekhilafan.bahkan dalam ajaran islampun saling memaafkan  itu sangat dianjurkan,dan bahwasannya slah satu orang yang bertakwa adalah memaafkan kesalahan orang lain,walaupun terkedang susah untuk melakukanya.Tetapi bahwannya akan berdampak baik nantinya bagi kita.
Diterangkan dalam Al-Qur’an surah Al Hijr;85  .

وَمَا خَلَقْنَا اْلسَموَاتِ وَاْلاَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَااِلاَّ بِالْحَقْ,وَاِنَّ اْلسَّا عَةَ لَٰا
 تِيَةٌ فَاصْفَحِ اْلصَفْحَ اْلجَمِيْلَ.
“Dan kami tidak menciptakan langit dan bumi serta apa yang ada di antara keduanya,melainkan dengan kebenaran.Dan sungguh,kiamat pasti akan datang,maka maafkanlah (mereka) dengan cara yang baik.” (Q.S Al-Hijr ; 85)
Dalam kandungan yang terdapat dalam surat Al hijr (bukit) surat yang terdiri dari 185 ayat ini dan di turunkan di makkiyah, mempunyai makna terdapat kalimat  فَاصْفَحِ اْلصَفْحَ اْلجَمِيْلَyang artinya “ maka maafkanlah (mereka) dengan اْلجَمِيْلَ  artinya cara yang baik”.Nah disini Allah memerintahkan sesorang untuk memaafkan mereka dengan cara yang baik,misalnya dengan cara:
Ø  Kita Sadar bahwasannya Allah menyuruh dan memerintahkan kita untuk memaafkan dan mengajak dalam hal kebaikan . seperti  pada dasarnnya tertulis dalam sebuah Al-Qur’an:
خُدِ اْلعَفْوَ وَأْمُرْ بِاْلعُرْفِ وَاَعْرِضْ عَنِ اْلجَهِلِيْنَ
 Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf,serta jangan pedulikan  orang-orang yang bodoh.(Q.S Al-A’raf)
Kerena Allah aja sangat menyukai orang yang pemaaf, seperti  pada yang tertulis dalam sebuah Hadist :

عَنْ عَبْدِالله بْنِ جَعْفَرٍ قال: قال ر سو ل لله : اِنَّ الله تَعَالَى عَفُوٌّ يُحِبُّ عَفْوَ.

Dari Abullah bin jafar,ia menuturkan bahwasanyya Rosulullah SAW Bersabda; Sesungguhnya Allah maha pemaaf yang mencintai sikap memaafkan (H.R Imam Hakim & Imam Ibnu Adi).
Ø  kita harus menghilangkan kebencian, seharusnya jangan terus menyalahkan orang itu tersebut,kita harus berintropeksi diri,mungkin saja terdapat kesalahan padi diri kita sehingga orang tersebut bisa sampai melakukan itu.
Ø  Kemudian kita tidok boleh melihat kesalahnya saja,tetapi lihatlah kebaikan-kebaikan saat bersamamu sebelum dia melakukan kesalahan itu.kita tidak boleh melihat dari titik hitamnya saja tanpa melihat kebaikan kebaikannya.
Ø  Bicarakan baik-baik apa saja penyebab masalah itu terjadi  dan memafkan atau saling memaafkan.
Ø  Setelah kita memaafkan seseorang pastinya dengan hati yang ikhlas, disini kita tidak boleh mengungkit-ngungkit masalah itu lagi .biaralah masalah itu berlalu dengan sendirinya.
Mungkin dengan cara-cara di atas bisa memudakan kita untuk memaafkan seseorang.Tentunya Nabi Muhammad SAW juga selalu memaafkan mereka yang selalu berbuat tidak baik kepada beliau ,seperti yang terkandung dalam (Q.S Ali imron;159)

فَبِمَارَحْمَةٍ مِنَ ا للهِ لِنْتَ لَهُمْ.وَلَوْ كُنْتَ فَظًّاً غَلِيْظَ اْلقَلْبِ لَا نْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكْ,فَا عْفُ عَنْهُمْ وَا سْتَغْفِرْلَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي اْلَامْرِ,فَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ, اِنَّ ا للهَ يُحِبُ اْلمُتَوَكِلِيْنَ.

“Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka.sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar,tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu.karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampun untuk mereka,dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.kemudian apabila engkau telah membulatkan tekad,maka bertawakallah kepada Allah.sungguh Allah mencintai orang yang bertawakal.”(Q.S Ali imron;159)
Allah SWT Memerintahkan kepada nabinya dengan perintah-perintah secara bertahap-tahap .Allah memerintahkan kepada Beliau Nabi Muhammad untuk memaafkan mereka ketika beliau mendapat musibah,bahwasannya banyak yang tidak suka terhadap beliau atau banyak yang melukai hatinya atau meninggalkan perintah beliau.Allah memerintahkan beliau untuk berlaku lemah lembut Karena Nabi tahu jika Nabi berlaku keras maupun kasar nantinya banyak yang menjauhi Nabi, dan memintakan ampun atas kesalahan mereka terhadap Allah.
وَاِنِ امْرُؤُ شَتَمَكَ وَعَيَّرَكَ بِمَا يَعْلَمُ فِيْك فَلَا تُعَيِّرهُ بِمَا تَعْلَمُ فِيْهِ فَأِنَّمَا وَبَالَ ذَلِكَ عَلَيْهِ
Jika ada seseorang yang menghinamu dengan sesuatu yang ia ketahui ada padamu,maka janganlah engkau membalasnnya dengan sesuatu yang engkau ketahui ada padanya ,akibat buruk biarlah ia yang menanggungnya (H.R Abu Daud dan Tirmidzi )
Sulit pastinya dan tentunya berat bagi kita jika ada yang berbuat salah pada kita,lantas tidak di balas,pastinya kita punya keinginan untuk membalasnnya.Namun lihatlah betapa muliannya yang diajarkan oleh Nabi Muhammad .ketika beliau di permalukan dan di hina,kita tidak perlu membalasnya walaupun kita sebenarnya lebih tahu kekurangan mereka agar bisa menjatuhkan atau membalasnnya yang lebih menyakitkan.biarlah akibat buruknya di serahkan kepada Allah yang Maha Adil kelak di akhirat nanti.
Bahkan Nabi mengajarkan kepada kita bahwasanya kita harus memaafkan orang yang mendzolimi kita sekalipun.seperti yang diriwayat kan oleh  ( H.R Muttafaq ‘alaih).

عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَا مِرٍ قَالَ: لَقِيْتُ ر سو ل لله فَقَالَ لِى: ياَ عقبة  بن عا مر : صِلْ مَنْ قَطَعَكَ وَاعْطِ مَنْ حَرَ مَكَ وَاعْفُ عَمَّنْ ظَلَمَكَ.
Dari Uqbah bin Aamir,ia berkata ; Aku pernah bertemu Rosulluloh SAW,lalu beliau berpesan kepadaku,”wahai uqbah bin Aamir,sambunglah orang yang memutuskan hubungan denganmu,berilah orang yang tidak mau memberi kepadamu,dan memaafkan orang yang berbuat dzalim kepadamu ( H.R Muttafaq ‘alaih).
Dengan itu kita harus mencontohkan sifat nabi atas perikau kebaikan yang tertanam dalam sifat Nabi. yang pemaaf, berhati lembut dan juga memohankan maaf kepada Allah SWT untuk meraka yang menyakiti atau mendzolimi agar nantinya dibukakan pintu maaf dan tidak mengulngi kesalahannya lagi.Dan Allah menguji kita pasti akan akan memberikan kebaikan bagi orang yang memaafkan kesalahan orang . “ Dan bergegaslah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang yang bertakwa”(Q.S Ali imran;133)
Tentunya bagi orang-orang,yang terkandung dalam  (Q.S Ali imran;134)

الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى اْلسَّرّٓاءِ وَالضَّرّٓاءِ وَاْلكَا ظِمِيْنَ اْلَغَيْظَ وَاْلعَا فِيْنَ عَنِ اْلنَّاسِ.وَاللهُ يُحِبُ اْلمُحْسِنِيْنَ.
“(Yaitu) orang yang berinfak,baik di waktu lapang maupun sempit,dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan.” (Q.S Ali imran;134)
Allah dalam kandungan (Q.S Ali imran;134) menjanjikan atau memberikan sebuah surga yang luasnya seluas langit dan bumi bagi orang-orang yang berinfak, orang-orang yang menahan amarahnya dan Memaafkan (kesalahan) orang lain.
عن ثوبان قال: قال ر سو ل لله : انّ لله تعالى تَجَاوَزَ لِي عَنْ أُمَتِيْ اْلخَطَأَ وَ النِّسْيَاَن وَمَا اسْتُكْرِهُوْاعَلَيْهِ.
Dari Tsauban ia berkata :Rosulullah SAW bersabda ” sesungguhnya Allah telah memaafkan dari umatku,keliruan,kelupaan dan apa saja yang dipaksa atas mereka”.(H.R Ibnu Majah).
Dan Allah tidak hanya memberikan surga  yang luasnya seluas langit dan bumi bahkan Allah memberikan sebuah kemuliaan bagi mereka yang memaafkan kesalah orang lain.seperti dalam (H.R Muslim)
عَنْ أَبِي هُرَ يْرَةْ,  قال ر سو ل لله : ماَ نَقَصَتٌ صَدَقَةٌ مِنْ مِالِ,وَمَا زَادَ ا للهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ اِلاَّ عِزًّا , وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلِّه اِلاَّ رَفَعَهُ الله
Dari Abu Hurairah ia berkata :Rosulullah SAW bersabda; “Sedekah itu tidak akan mengurangi harta .Tidaklah Allah menambahkan bagi hamba yang suka meminta maaf melainkan berupa kemuliaan ,Dan tidaklah seorang merendahkan diri karena Allah,melainkan Allah akan mengatakannya.” (H.R Muslim)
Subhanallah,Allah memberikan sebuah pengganti yang luar biasa bagi meraka yang mampu berbuat pemaaf dengan hati yang ikhlas .
Jadi,kita sebagai seorang muslim tentunnya harus bisa meneladani sifat Nabi,diantaranya yaitu memaafkan. Tidak di perkenankan bagi seorang muslim mendiamkan saudaranya selama lebih dari 3 hari ,kemudian yang paling baik diantara kamu ialah yang terlebih dahulu memberi salam.memaafkan adalah suatu perbuatan yang di pandang kecil akan tetepi sungguh dibutuhkan usaha yang sangat besar.Dengan itu,Lihat lah Siapa yang memerintahkan kita, anjuran memafkan itu di perintahkan oleh Nabi Muhammad SAW yang dalam beberapa di riwayatkan oleh beberapa para ulama.Dan  Allah memerintahkanya yang tertulis dalam Al-qur’an seperti yang trtulis di atas. maka tidak salah lagi bahwa memaafkan adalah suatu perbuaatan yang sangat dimulaikan oleh islam.

Sabtu, 27 Mei 2017

STUDI TAFSIR TARBAWI
Keutamaan Menahan Amarah







Oleh:
Nuzula Akhlaqun Nisa
2015010202




FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK)
UNIVERSITAS SAINS AL-QUR’AN (UNSIQ)
 JAWA TENGAH DI WONOSOBO
2017

Sesuai dengan fakta yang ada bahwa, pada hakikatnya setiap orang mempunyai kadar kecerdasan dan kecenderungan emosi yang berbeda satu sama lain.  Karena setiap orang mengalami berbagai pengalaman yang menimbulkan berbagai emosi.  Ungkapan-ungkapan kesedihan, kemarahan, kecemasan, dan sebagainya seringkali muncul pada diri seseorang dengan pengalaman atau realitas kehidupan yang ia hadapi.
Allah SWT berfirman dalam surat Al Imran ayat 134:
اَلَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّاءِوَالضَّرَّاءِوَالْـكَاظِمِينَ الْغَـيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّا سِ ۗ وَاللهُ يُحِبُّ الْـمُحْسِنِيْنَ ۚ
Artinya: “(yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan” (3:134)

Dalam ayat ini Allah memerintahkan umat Muslim agar senantiasa betaqwa kepada-Nya. Orang yang bertakwa menurut ayat ini bukan hanya mengerjakan perbuatan yang diwajibkan. Sekalipun mereka dalam keadaan sulit, mereka tidak berhenti menginfakkan harta mereka. Dalam ayat ini digambarkan, mereka senantiasa berinfak itu dalam keadaan apa pun, baik dalam keadaan mudah maupun sulit. Kejujuran, keadilan, dan kesabaran, merupakan bagian yang menonjol dalam ayat-ayat taqwa. Dalam konteks ini, kesabaran dipahami sebagai keharmonisan dan keteguhan diri dalam menghadapi segala cobaan hidup. Selanjutnya dalam ayat ini Allah SWT berfirman: وَالْـكَاظِمِينَ الْغَـيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّا سِ (dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain).
Kata الْغَـيْظَ berarti menahan amarah. Perasaan marah biasanya dilampiaskan dalam bentuk ucapan seperti umpatan, celaan, dan semacamnya atau dalam bentuk perbuatan seperti memukul, menendang, dan semacamnya. Menahan marah berarti menahan diri dari ucapan atau perbuatan yang menjadi bentuk pelampiasan marah tersebut. Menahan diri untuk melampiaskan kemarahannya dan mampu menahan kemarahan adalah salah satu jenis sifat sabar.
Sifat demikian juga digambarkan dalam QS Asy-Syura ayat 37
وَالَّذِ يْنَ يَجْتَنِبُوْ نَ كَبـٰئِرَ الاِثْمِ وَالْفَوَا حِشَ وَاِذَامَا غَضِبُوْا هُمْ يَغْفِرُوْنَ ۚ
Artinya: dan juga (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji, dan apabila mereka marah segera memberi maaf.” (42;37)
Perasaan marah tentu manusiawi. Apalagi kepada orang yang berbuat salah dan jahat. Akan tetapi, Islam mengajarkan tidak sepatutnya seorang Muslim melampiaskan kemarahannya. Menahan amarah jauh lebih baik daripada melampiaskannya. membalas kejahatan yang dilakukan seseorang memang dibolehkan. Akan tetapi, syariah menetapkan bahwa memberikan maaf lebih diutamakan.
            Firman Allah, “Dan bagi orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim mereka membela diri.” Yaitu, di kalangan mereka ada kekuatan untuk membela diri dari orang yang menzalimi dan belaku sewenang-wenang terhadap mereka. Mereka bukanlah orang-orang yang lemah dan bukan pula orang-orang yang merendahkan diri mereka sendiri, bahkan mereka sanggup untuk mengadakan pembalasan kepada orang-orang yang telah berlaku sewenang-wenang terhadap dirinya. Walau begitu, mereka dalam posisi berkuasa, mereka tetap memberikan maaf. Seperti maaf yang telah ditunjukkan oleh Rasulullah saw kepada Ghaurats bin Harits yang hendak membunuh Rasulullah ketika beliau tidur. Kemudian Rasulullah saw terbangun dan di tangan Ghaurats sebuah pedang terhunus. Lalu beliau membentaknya dan terjatuhlah pedang itu dari tangannya. Kemudian Rasulullah saw mengambil pedang itu dari tangannya, tetapi beliau memaafkan perbuatannya. Demikian pula rasa maaf Rasulullah saw yang beliau berikan kepada Lubaid ibnu A’sham yang telah berani menyihir beliau. Akan tetapi, Rasulullah tidak mengembalikan sihir itu kepada Lubaid dan tidak mencelanya walaupun beliau sanggup untuk melakukan apa saja terhadap dirinya.
 Allah SWT berfirman dalam surat An-Nahl ayat 126:
وَاِنْ عَا قَبْتُمْ فَعَا قِبُوْابِمِثْلِ مَا عُوْقِبْتُمْ بِهٖ ۗ وَلَئِنْ صَبَرْتُمْ لَهُوَخَيْرٌ لِّلصّٰـبِرِيْنَ  
Artinya: “Dan jika kamu membalas, maka balaslah dengan (balasan) yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang yang sabar.” (16;126)

Ayat tersebut mengatakan, Bila mereka berbuat lebih dari itu dan melakukan hal yang melampaui batas, kalian juga dapat melakukan hal yang sama. Namun bila kalian tidak melakukan pembalasan dan memilih untuk bersabar, sikap ini malah menguntungkan.
Al-Quran memerintahkan umat Islam agar membantah pandangan orang lain dengan cara yang baik. Karena tujuan yang diinginkan adalah menyeru orang pada kebenaran, bukan berdebat dan adu mulut yang semakin kuatnya sikap keras kepala dan penentangan terhadap kebenaran. Membahas satu masalah dengan mereka yang menentang harus berdasarkan kebenaran, keadilan dan kejujuran, bukan kelicikan, kebohongan dan penghinaan. Dari ayat tersebut terdapat pelajaran yang dapat diambil:
1.      Saat menyikapi musuh dan mereka yang menentang, Al-Quran memerintahkan kita untuk tetap bersikap adil dan tidak melanggar batas.
2.      Dalam kesabaran adalah kenikmatan yang tidak dimiliki oleh balas dendam. Saat menghadapi para penentang, hukum dengan sendirinya tidak dapat berbuat apa-apa perlu adanya upaya untuk menjaga akhlak.
Sebagai balasannya, pelakunya dijanjikan mendapat pahala yang amat besar. Rasulullah SAW pernah bersabda:
مَنْ كَظَمَ غَيْظًا وَهُوَ يَسْتَطِيْعُ أَنْ يُنَفِّذَهُ دَعَاهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَا مَتِ عَلَى رُءُوْسِ الْخَلَائِقِ حَتَّى يُجَيِّرَهُ فِي أَيِّ الْحُوْرِ شَاءَ
Siapa saja yang menahan marah, padahal dia mampu melampiaskannya, maka Allah akan memanggilnya pada Hari Kiamat di atas kepala para makhluk hingga dipilihkan baginya bidadari yang dia sukai (HR at-Tirmidzi, Abu Dawud dan Ibnu Majah).

Islam tidak hanya memerintahkan umatnya untuk menahannya. Rasulullah SAW mengajarkan apabila seseorang marah hendaklah ia diam, Beliau bersabda:
إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْكُتْ
“Apabila seorang dari kalian marah, hendaklah ia diam.”
 Syariah juga mengajarkan metode untuk meredakan kemarahan. Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّ الْغَضَبَ مِنَ الشَّيْطَانِ وَإِنَّ الشَّيْطَانَ خُلِقَ مِنَ النَّارِ وِإِنَّمَا تُطْفَأْ النَّارُ بِالْمَاءِ فَاِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَتَوَ ضَّأْ
Sesungguhnya marah itu dari setan dan sesungguhnya setan itu diciptakan dari api, sementara api bisa dipadamkan oleh air. Karena itu, jika salah seorang di antara kalian sedang marah, hendaklah diaberwudhu (HR Abu Dawud dari Athiyah).

Tetapi ada juga yang mengatakan bahwa berdiri itu siap untuk balas dendam, sedang orang duduk tidak siap untuk balas dendam, sedang orang berbaring itu sangat kecil kemungkinan untuk balas dendam.
Maksudnya ialah hendaknya seorang muslim mengekang amarahnya dalam dirinya dan tidak menujukannya kepada orang lain dengan lisan dan perbuatannya.
Rasulullah SAW bersabda:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضى الله عنه أَنَّ رَجُلاً قاَلَ لِلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم أَوْضِنِى قَالَ لاَتَغْضَبْ فَرَدَّدَمِرَارًا قَالَ لاَتَغْضَبْ
Artinya: Dari Abu Hurairoh rodhiyallahu ‘anhu, Sesungguhnya ada seorang laki-laki yang mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam (kemudian) mengatakan, “Wahai Nabi berikanlah aku wasiat/nasihat”. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam mengatakan, “Janganlah engkau marah”. Kemudian orang tadi berkata lagi, “Wahai Nabi berikanlah aku wasiat/nasihat”. Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam pun mengatakan, “Janganlah engkau marah

لَاتَغْضَبْ وَلَكَ الْجَنَّتُ
“Janganlah engkau marah, niscaya bagimu surga” (HR Ibnu Abid Dunya)

Karena jika orang sedang marah maka keluarlah darinya ucapan-ucapan yang kotor, keji, melaknat, mencaci-maki dan lain-lain yang dampak negatifnya besar dan ia akan menyesal karenanya ketika marahnya hilang. Jika ia diam, maka semua keburukan itu hilang darinya. Bahkan, banyak pertikaian dan pembunuhan yang terjadi karena menuruti amarah. Itu merupakan dampak tidak menahan diri ketika amarah bergejolak. Oleh karena itu, islam menganjurkan agar kita selalu menahan diri kita apabila kemarahan sedang bergejolak. Kita dianjurkan untuk menahan diri ketika ada sesuatu hal yang menjadi sebab timbulnya kemarahan. Allah SWT berfrman dalam surat An-Nahl ayat 128:
اِنَّ اللهَ مَعَ الَّذِيْنَ هُمْ مُّحْسِنُوْنَ
Artinya: “Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (16;128)

            Allah swt menyuruh Rasulullah saw agar mengajak makhluk kepada Allah dengan hikmah, yakni dengan berbagai larangan dan perintah yang terdapat di dalam Al-Kitab dan As-Sunnah, agar mereka waspada terhadap siksa Allah.
            “Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya,” yakni Dia mengetahui siapa yang celaka di antara mereka dan siapa yang bahagia.
            “Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu.” Allah swt menyuruh berlaku adil dalam hal qishash dan kesepadanan dalam meminta hak. Yakni, jika salah seorang di antara kamu mengambil haknya, maka ambillah dengan kadar yang sama.
Hadits dan ayat tersebut menunjukkan tentang keutamaan menahan amarah. Karena, menuruti amarah menimbulkan banyak kejelekan dan penyesalan. Serta, menghalangi dari berbagai kebaikan yang ada apabila bersabar dan menahan amarah. Sebagai contoh, betapa banyak seorang suami yang menceraikan istrinya ketika dia marah dan menyesal di kemudian hari. Atau, betapa seringnya seorang memutuskan persaudaraan atau pertemanan karena menuruti amarahnya dan pada akhirnya menyesali perbuatannya.
Marah merupakan salah satu jenis emosi yang dianggap sebagai emosi dasar dan bersifat universal. Semua orang memiliki emosi marah. Orang yang marah bisa menjadi kejam dan tidak berperikemanusiaan. Marah pun sering bernilai negatif bagi individu.

Emosi marah adalah emosi yang paling sering muncul dalam pembicaraan sehari-hari karena masyarakat umumnya mengidentikkan istilah emosi dengan marah. Menarik untuk disimak bahwa ketika membahas emosi, para ahli tidak memulainya dengan definisi yang lazim, pembahasan tentang emosi biasanya diawali dengan contoh-contoh konkrit dalam kehidupan sehari-hari yang nyata dirasakan, baik dalam kesendirian maupun dalam keramaian.