Ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadist tentang Dakwah
Makalah ini disusun guna memenuhi Tugas Mata Kuliah Tafsir Tarbawi
Dosen Pengampu :Bapak Abdullah Ma’shum, Alh. S.Pd.I
Disusun Oleh :
Akhmad Alim Maulana (2015010172)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK)
UNIVERSITAS SAINS AL QUR’AN (UNSIQ)
JAWA TENGAH DI WONOSOBO
2016
بِسۡمِ
ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ ١
1. Dengan menyebut nama
Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang[1].
[1] Maksudnya: saya memulai
membaca al-Fatihah Ini dengan menyebut nama Allah. setiap pekerjaan yang baik,
hendaknya dimulai dengan menyebut asma Allah, seperti makan, minum, menyembelih
hewan dan sebagainya. Allah ialah nama zat yang Maha suci, yang berhak disembah
dengan sebenar-benarnya, yang tidak membutuhkan makhluk-Nya, tapi makhluk yang
membutuhkan-Nya. Ar Rahmaan (Maha Pemurah): salah satu nama Allah yang memberi
pengertian bahwa Allah melimpahkan karunia-Nya kepada makhluk-Nya, sedang Ar
Rahiim (Maha Penyayang) memberi pengertian bahwa Allah senantiasa bersifat
rahmah yang menyebabkan dia selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada makhluk-Nya.
A.
Ayat-ayat munasabah tentang dakwah
Dakwah berasal dari bahasa Arab yakni dapat diambil masdar dari
“da’a, yad’u, da’wah” yang artinya adalah memanggil, mengajak atau memnyeru.
Sercara istilahnya dakwah bisa mengandung
arti pembinaan atau pengembangan. Pembinaan itu untuk orang-orang yang baru
atau belum masuk Islam, sedang pengembangan yakni untuk orang-orang yang sudah
lama Islam.
Berikut beberapa ayat dan hadis tentang
dakwah yang penulis jabarkan :
وَلۡتَكُن
مِّنكُمۡ أُمَّةٞ يَدۡعُونَ إِلَى ٱلۡخَيۡرِ وَيَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ
وَيَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِۚ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ ١٠٤
104. Dan hendaklah ada di
antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang
ma'ruf dan mencegah dari yang munkar[217]; merekalah orang-orang yang
beruntung.
[217] Ma'ruf: segala
perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah; sedangkan munkar ialah segala
perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya.
Ayat
diatas adalah salah satu ayat yang mewajibkan untuk berdakwah. Yakni pada kata
“waltakumminkum” mungkin kata itu merujuk pada para ulama atau da’i. namun
hakikat yang benar adalah untuk setiap orang yang mau mencegah perbuatan buruk
dan menyeru kebaikan. Artinya siapapun orang itu yang mau menyeru pada
perbuatan baik dan mencegah perbuatan buruk maka mereka adalah orang-orang yang
beruntung.
كُنتُمۡ
خَيۡرَ أُمَّةٍ أُخۡرِجَتۡ لِلنَّاسِ تَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَتَنۡهَوۡنَ
عَنِ ٱلۡمُنكَرِ وَتُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِۗ وَلَوۡ ءَامَنَ أَهۡلُ ٱلۡكِتَٰبِ
لَكَانَ خَيۡرٗا لَّهُمۚ مِّنۡهُمُ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ وَأَكۡثَرُهُمُ ٱلۡفَٰسِقُونَ
١١٠
110. Kamu adalah umat yang
terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan
mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab
beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang
beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.
Ayat diatas diatas
kembali lebih menekankan bahwasanya kamu adalah umat terbaik yang dikeluarkan
Tuhan untuk seluruh umat karena kamu menyeru pada kebaikan dan menghindari dari
keburukan.
فَذَكِّرۡ
إِنَّمَآ أَنتَ مُذَكِّرٞ ٢١
21. Maka berilah peringatan,
Karena Sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan.
Artinya manusia hanyalah
wajib untuk mengajak kebaikan, bukan memaksa. Perkara yang diajak mau atau
tidak itu urusan dia dan Tuhanya.
ٱدۡعُ
إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلۡحِكۡمَةِ وَٱلۡمَوۡعِظَةِ ٱلۡحَسَنَةِۖ وَجَٰدِلۡهُم
بِٱلَّتِي هِيَ أَحۡسَنُۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعۡلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِۦ
وَهُوَ أَعۡلَمُ بِٱلۡمُهۡتَدِينَ ١٢٥
125. Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu
dengan hikmah[845] dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara
yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk.
[845] Hikmah: ialah
perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan
yang bathil.
Pada ayat ini memberi
tahu bahwa hakikat dakwah adalah mengajak mereka yang belum dijalan Allah agar
mau dijalan Allah. Dan hanya mengajak saja. Dengan hikmah yakni kebenaran yang
terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadist. Sedangkan dengan mauidhotulnkhasanah
atau perkataan yang baik atau nasihat. Kemudian wajadilhum billathi hiya akhsan
yakni membantah dengan cara yang baik dan lembuut tidak menyakiti hati lawan
debatnya.
B.
Hadist tentang dakwah
مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرٍفَا عِلِهِ روه مسلم
Barang siapa yang menunjukan pada suatu kebaikan, maka baginya
pahala seperti orang yang melaksanakanya. (HR. Muslim)
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْ يُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ
يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ
فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيْمَانِ
Rasulullah pernah bersabda “barang siapa yang melihat kemungkaran,
makla cegahlah dengan tanganmu, apabila belum bisa maka cegahlah dengan
mulutmu, apabila belum bisa maka cegahlah dengan hatimu, dan mencegah dengan
hati adalah pertanda selemah-lemah iman” (HR. Muslim
بَلغوا أني ولو أاية
Sampaikanlah walaupunn satu ayat.
مَنْ يُحْرَمُ الرِّفْقُ يُحْرَمُ الْخَيْرُ (رواه مسلم)
Barang siapa yang tidak mempunyai
kelembutan padanya maka tidak ada kebaikan padanya (HR. Muslim)
وقال النبي صلى الله عليه وعلى اله وسلم وهو
يبعث الناس : يَسُرُّوْا, وَلَا تُعَسِّرُوْا وَلَا تُنَفِّرُوْا, فَإِنَّمَا بُعِثْتُمْ
مُيَسِّرِيْنَ وَلَمْ تُبْعَثُوْا مُعَسِّرِيْنَ
Hendaklah kalian bersikap memudahkan bukan
menyulitkan. Hendaklah kalian menyampaikan kabar gembira dan jangan membuat
mereka lari, kalian diutus untuk memudahkan dan bukan untuk menyulitkan.
C. Kesimpulan penulis
seperti yang tertera atau yang dijabarkan diatas, bahwasanya dakwah itu
adalah seruan atupun ajakan untuk berbuat baik dan mencegah perbuatan buruk.
Karena ada baik dan buruk maka harus ada tolak ukurnya untuk mana yang
dikatakan baik dan mana yang dikatakan buruk. Dalam hal ini tentunya tolak
ukurnya adalah Al-Qur’an dan hadist Nabi SAW.
Sementara itu mengajak atau menyeru dalam ayat yang dijabarkan tadi
berarti itulah tugas atau yang dilakukan dakwah. Yakni hanya sekedar menyerukan
hal yang baik saja. Bukan memaksakan, karena agama Islam adalah agama yang
penuh dengan keselamatan tidak ada paksaan di dalamnya. Namun perlu di ingat,
seorang da’i bukan hanya menyeru kepada kebaikan dan mencegah pada keburukan
saja, namun apapun yang jadi nasihat ataupun wejangan da’i harus sudah
dilakukan olehnya. Artinya bukan hanya sekedar ngomong saja, tapi juga
mempraktekan. Di indonesia seorang da’i biasanya ceramahnya itu sering disebut
mauidhoh khasanah. Nah menurut penulis dari buku dan ceramah-ceramah yang
pernah didengarkan menyimpulkan bahwasanya syarat dari mauidhoh khasanah hanya
satu, yakni seorang yang bermauidhoh khasanah ataupun ceramah harus uswatun
khasanah. Artinya semua omonganya itu bukan hanya sekedar bualan melainkan juga
amalan yang dilakukanya. Seorang tidak akan digubris omonganya bila hanya
ngomong saja tetapi tidak melakukan. Contoh simpelnya, orang tua menyuruh
anaknya untuk mendirikan Sholat tapi dia sendiri tidak sholat, maka otomatis si
anak akan malas dan punya alasan untuk membantah ajakan orang tuanya itu.
Walaupun undzur maqola wala tandzur manqola, tapi ya harus nalar juga. Tak
pantas lah bila ngomong tapi tidak mengamalkan.
Kemudian dari ayat diatas pula disebutkan
bahwa kita orang Islam itu sangatlah beruntung karena diutus srbagai khalifah
sebagai penyeru kebaikan dan mencegah keburukan. Dari itu dapat disimpulkan
bahwasanya tidak hanya da’i yang wajib untuk berdakwah. Tapi juga semua orang
muslim yang mempunyai pengetahuan (hikmah) diwajibkan untuk menyampaikanya.
Dari hadis diatas disampaikan sampaikanlah walaupun satu ayat. Dan cara
menyampaikanya itu dengan lemah lembut. Jangan membuat lari orang, karena islam
adalah rohmatallil alamin. Artinya ya ketika kita menyampaikan suatu
pengetahuan jangan membuat orang lain merasa malas kemudian menjauh. Tapi
buatlah semua orang merasa terbela. Dan kita hanya wajib mengajak tok, artinya setelah
kita mengaajak berarti kewajiban kita sudah gugur satu. Masalah yang diajak mau
atau tidak itu urusannya dengan Allah atau Tuhanya. Dan jangan sekali-kali
mengecap orang dengan kafir atau buruk, karena yang punya hak atas itu hanyalah
Allah SWT. Kita harus tahu diri bahwa kita adalah manusia yang selalu penuh
kesalahan. Kita bukanlah Tuhan, seperti pada ayat Al-fatikah ‘ihdinashirathal
mustaqim” tunjukanlah kami jalan yang lurus, artinya kita semua belum berada
dijalan yang lurus. Jadi jangan saling menyalahkan atau membenarkan sesuatu
yang tidak kita ketahui.
Semua da’i
punya metode ataupun cara untuk menyampaikan ilmunya (dakwah). Maka dari itu
berbedalah antar da’i satu dengan da’i lainya karena perbedaan cara berfikir
dan lain sebagainya. Derngan itu semua maka tidak ada yang salah mereka memakai
metode apa yang penting tidak keluar dari ajaran Al-Qur’an dan hadist Nabi SAW.
Sementara
itu pada kajian diatas bahwasanya jangan mempersulit tapi ada anjuran
mempermudah dengan lemah lembut. Yang dimaksud itu adalah kita atau seseorang
yang mau menyampaikan sesuatu haruslah mengerti situasi dan kondisinya. Karena
dakwah itu ada 3 macam :
1. Dakwah untuk kalangan orang-orang awam
Yakni dakwah kepada orang-orang yang imanya masih
lemah atau bahkan mualaf yang baru masuk. Nah dakwah pada kalangan ini kita
mempermudahnya dengan cara memnyiapkan bahasa yang mudah dimengerti, dan
ajakanya harus lemah lembut artinya bagaimana caranya agar mereka bedah
berlama-lama mendengarkan apa yang disampaikan. Jangan malah langsung menyuruh
dengan kekerasan, karena pasti mereka akan lari.
2. Dakwah dengan kalangan menengah
Arinya dakwah pada tahap ini yakni dakwah pada
kalangan yang sedang mengembangkan keislamanya atau bahkan kalangan yahng sama
kualitas imanya.
3. Dakwah dengan orang kafir (perdebatan)
Nah perdebatan ini dilakukan dengan tujuan sama-sama
mencari kebenaran. Pada dakwah ini biasanya pembicaranya adalah orang yang
keislamanya sudah tinggi. Ada fakultas kampus yang belajar ilmu-ilmu ini yakni
tentang perbandingan agama. Perdebatan ini harus dilakukan dengan baik yakni
sopan, tidak membuat lawan debat marah serta menggunakan dalil-dalil yang
benar, tidak ngarang atau ngawur. Seperti yang dijelaskan pada ayat diatas
yakni pada kata “wajadilhum bilathi hiya akhsan”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar