Sabtu, 10 Juni 2017

AZHAR NURUL HUDA tugas tafsir tarbawi

TUGAS
TAFSIR TARBAWI
(jual beli)

Tugas ini disusun guna melengkapi tagas Mata Kuliah Tafsir Tarbawi
Dosen Pengampu : Bapak Abdullah Maksum, Alh., S.Pd. I.




Disusun Oleh :

Azhar Nurul Huda (2015010241)

PAI 4C

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK)
UNIVERSITAS SAINS AL QUR’AN (UNSIQ)
JAWA TENGAH DI WONOSOBO
2017







BAB 1
PEMBAHASAN
A.     PENGERTIAN
            Pengertian “Jual beli” menurut bahasanya, ialah suatu bentuk akad penyerahan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Karena itu akad ini memasukkan juga segala sesuatu yang tidak berupa uang, seperti tuak.
            Sedangkan menurut syara’, maka pengertian jual beli yang paling tepat ialah memiliki sesuatu harta (uang) dengan mengganti sesuatu atas dasar ijin syara’, atau sekedar memiliki manfaatnya saja yang diperbolehkan syara’. Dan yang demikian itu harus dengan melalui pembayaran yang berupa uang.[1]
            Dalam referensi lain dijelaskan bahwa Jual beli menurut istilah syara’ adalah menerima uang dari hasil penjualan suatu barang berdasarkan  syara’, atau hanya menerima manfaat yang diperkenankan syara’, dengan melalui pembayaran yang berupa uang.[2]

B.AYAT AL-QUR’AN YANG MEMBAHAS TENTANG JUAL BELI
            Telah dijelaskan firman allah swt surat al-baqarah: 275

وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا

“Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” [Al-Baqarah: 275]

C.     AYAT YANG MASIH ADA KAITANYA DENGAN SURAT DIATAS
a.       Allah swt berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَن تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu.” [An-Nisaa': 29)]

b.      Dan Allah swt berfirman:

وَأَخْذِهِمُ الرِّبَا وَقَدْ نُهُوا عَنْهُ

“Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya” (QS. an-Nisaa’: 161).

c.       Dan Allah swt berfirman:

وَإِنْ كُنْتُمْ عَلَى سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُوا كَاتِبًا فَرِهَانٌ مَقْبُوضَةٌ فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلَا تَكْتُمُوا الشَّهَادَةَ وَمَنْ يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُ آثِمٌ قَلْبُهُ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ ﴿٢٨٣﴾
“Dan jika kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak mendapatkan seorang penulis, maka hendaklah ada barang jaminan yang dipegang. Tetapi, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya. Dan janganlah kamu menyembunyikan kesaksian, karena barang siapa menyembunyikannya, sungguh, hatinya kotor (berdosa). Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (al-Baqarah/1: 283)

D.     HADIST YANG MENJELASKAN TENTANG JUAL BELI
a.       Hadist pertama
      Dari Hakim bin Hizam Radhiyallahu 'anhu dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda:
اَلْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا.
“Al-Bayyi’an (penjual dan pembeli) memiliki hak khiyar (memilih untuk melanjutkan jual beli atau membatalkannya) selama keduanya belum berpisah.”





b.      Hadist kedua
      Di jelaskan dalam Hadits riwayat Ibnu Hibban dan Ibnu Majah menjelaskan hal tersebut:
إِنَّمَا الْبَيْعُ عَنْ تَرَاضٍ
“Sesungguhnya Jual Beli itu haruslah dengan saling suka sama suka.”

c.       Hadist ketiga
      Rasulullah  bersabda ketika ditanya oleh sahabat, mata percaharian apa yang paling utama? beliau menjawab:
عَـمَـلَ الـرَجُـلُ بِـيَـدِهِ وَكُـلِّ بَـْيع مَـْبـرُوْر
"Hasil jerih payahnya seseorang dan setiap jual beli yang mabrur". (HR. Al Bazzar dan dishahihkan oleh al-Hakim)

d.      Hadits keempat
      Hadits nabi Muhammad SAW bersabda:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ : أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- نَهَى عَنِ النَّجْشِ. وَ فِيْ لَفْظٍ وَ لاَ تَنَاجَشُوْا. رَوَاهُ الْبُخَارِىُّ
Artinya: Dari Ibnu ‘Umar r.a.: Bahwasanya Rasulullah saw melarang jual-beli dengan cara najasy”. Dan dalam lafazh yang lain dinyatakan: Janganlah kamu sekalian melakukan jual-beli dengan cara najasy. (HR al-Bukhari)














BAB II
PENGEMBANGAN AL-QURAN DAN HADITS

A.     Pengembangan ayat al-qur’an
1.      Ayat utama/QS al-baqarah: 275
            Allah menegaskan bahwa telah dihalalkan jual-beli dan diharamkan riba. Orang-orang yang membolehkan riba dapat ditafsirkan sebagai pembantahan hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh Allah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Riba yang dahulu telah dimakan sebelum turunya firman Allah ini, apabila pelakunya bertobat, tidak ada kewajiban untuk mengembalikannya dan dimaafkan oleh Allah. Sedangkan bagi siapa saja yang kembali lagi kepada riba setelah menerima larangan dari Allah, maka mereka adalah penghuni neraka dan mereka kekal di dalamnya.
2.      Ayat pendukung
a.       (An-Nisaa': 29)
(Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu makan harta sesamamu dengan jalan yang batil) artinya jalan yang haram menurut agama seperti riba dan gasab/merampas (kecuali dengan jalan) atau terjadi (secara perniagaan) menurut suatu qiraat dengan baris di atas sedangkan maksudnya ialah hendaklah harta tersebut harta perniagaan yang berlaku (dengan suka sama suka di antara kamu) berdasar kerelaan hati masing-masing, maka bolehlah kamu memakannya. (Dan janganlah kamu membunuh dirimu) artinya dengan melakukan hal-hal yang menyebabkan kecelakaannya bagaimana pun juga cara dan gejalanya baik di dunia dan di akhirat. (Sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu) sehingga dilarang-Nya kamu berbuat demikian.
b.      (QS An-nisa:161)
      dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.ayat ini menjelaskan bahwa allah sudah melarang yang namanya riba dan bagi orang orang yang melanggarnya maka allah sudah menyiapkan siksa yang sangat pedih.
c.       (Al-Baqarah:283)
      Pada ayat ini Setiap transaksi yang mengandung perjanjian penangguhan seharusnya ada bukti tertulis. Namun jika tidak memungkinkan perjanjian tertulis, maka hendaklah ada yang menjadi saksi. Jika ternyata tidak ada saksi, tidak pula bukti tulisan, maka dipersilakan adanya jaminan.
B.     Penjabaran hadits
a.       Hadits pertama
            Pada hadits ini menerangkan bahwa adanya kesempatan kepada kedua belah pihak yang melakukan transaksi atau akad jual beli untuk memilih antara dua kemungkinan, yaitu melangsungkan transaksi (akad) jual beli atau membatalkannya, atau yang sering disebut dengan khiyar.
b.      Hadits kedua
            Hadits ini menjelaskan Oleh karena kerelaan adalah perkara yang tersembunyi, maka ketergantungan hukum sah tidaknya jual beli itu dilihat dari cara-cara yang nampak (dhahir) yang menunjukkan suka sama suka, seperti adanya ucapan penyerahan dan penerimaan
c.       Hadits ketiga
            Hadis ini menyebutkan "jual beli yang mabrur" ini menunjukkan bahwa transaksi bisnis mubah dilakukan selama tidak ada yang dirugikan dan tidak dilarang syara'.
Dalam ijma yang dikutip oleh Sayyid Sabiq rahimahullah dikatakan: "Ummat telah sepakat akan kebolehan melakukan transaksi jual beli semenjak zaman Rasulullah hingga masa kini", dengan demikian syara' menetapkan mubahnya melakukan sebuah transaksi hingga ada argumen yang melarangnya, bahkan Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah dalam kitab I’lamul Muwaqi’in mengatakan: “Pada dasarnya semua ibadah hukumnya haram kecuali kalau ada dalil yang memerintahkannya, sedangkan asal dari hukum transaksi dan mu’amalah adalah halal kecuali kalau ada dalil yang melarangnya”.
d.      Hadits keempat
            Hadits ini menjelaskan bahwa An-Najasy dalam pengertian etimologi yaitu menggerakkan. Yang diambil dari kata: najasytu ash-shaida idzâ atsartuhu(aku menghalau hewan buruan apabila aku menggerakkan/mengejutkannya).
menurut terminologi adalah: (ketika) seseorang menambah harga pada suatu barang, namun ia tidak membutuhkan barang tersebut dan tidak ingin membelinya; ia hanya ingin harganya bertambah, dan akan menguntungkan pemilik barang.





















KESIMPULAN


            Pengertian “Jual beli” menurut bahasanya, ialah suatu bentuk akad penyerahan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Sedangkan menurut syara’, maka pengertian jual beli yang paling tepat ialah memiliki sesuatu harta (uang) dengan mengganti sesuatu atas dasar ijin syara’, atau sekedar memiliki manfaatnya saja yang diperbolehkan syara’. Dan allah telah menghalalkan jual beli atas dasar suka sama suka selama itu tidak merugikan sebelah pihak dan allah juga mengharamkan riba. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar